Berjalan lurus ke arah barat dari Jl.RM.Said Solo, kaki ini mulai
menyusuri Jalan Balekambang. Sepanjang jalan dalam perjalanan ini, masih
terlihat beberapa pepohonan tua, yang berderet rapi di sisi utara dan selatan
jalan. Saya katakan tua, sebab terlihat dari batangnya yang mulai rapuh
termakan oleh jaman. Hanya satu pohon yang kukenali dalam gelapnya malam ini,
ya, pohon kenari. Sebab pohon ini terlihat jelas di pagi hari, saat saya sempat
melewati jalan ini beberapa waktu lalu. Terlihat, hilir mudik kendaraan mulai
ramai, menunjukkan geliat antusiasme warga masyarakat untuk melihat pertunjukan
malam itu. Langkah sudah mulai terhenti, lantaran depan gerbang besar berukir
khas Jawa mulai penuh sesak dengan kendaraan bermotor yang mengantri karcis
parkir. Gerbang besar itu seolah ramah menyambutku, juga menyambut tamu-tamu
yang sudah mulai masuk.
Bulan temaram semi purnama malam ini terlihat cantik diatas sana,
seolah memberi cahaya ”tambahan” untuk lighting
area open stage Balekambang ini. Ya tepat hari ini, pergelaran wayang serial
Ramayana kembali digelar untuk kesekian kalinya. Memang, Pemkot Solo mencoba
kembali menghidupkan kesenian-kesenian tradisional Kota Solo, salah satunya
yakni Sendratari Ramayana seperti malam ini.
![]() | ||
Area Open Stage Balekambang, tempat digelarnya Sendratari Ramayana |
![]() |
Area Open Stage Balekambang pagi hari |
Tribun open stage mulai penuh dengan para penonton. Sudah terlihat
lampu mulai menyala, para niyaga atau penabuh gamelan sudah bersiap, dan terlihat
juga para penari bersiap memulai perannya masing-masing. Dua MC laki-laki dan
perempuan mulai membuka pergelaran
sendratari Ramayana bertitel “ Anoman Obong” malam kali ini. Diawali dengan
tari pembuka, yakni tari Pang Pung yang diiringi Gending Pang Pung, yang konon
merupakan gending besutan dari Ki Narto Sabdo. Warna warni kostum para penari semakin menambah
suasana pertunjukan semakin meriah. Pergelara dilanjutkan dengan penampilan
kedua, yakni Tari Angsa, persembahan anak-anak dari Sanggar Tari Metta
Budaya. Enam anak menggunakan kostum
putih-putih dengan aksesoris ala angsa, terlihat menari dengan lincahnya.
Pergelaran semakin menarik, decak kagum para penonton yang bertepuk
tangan semakin memecah keheningan Taman Balekambang yang konon dulu angker.
Penonton semakin merangsek memenuhi tribune open stage. Tapi tidak mengapa,
berjejal dengan penonton lain, tak membuat saya kehilangan momen mengabadikan
setiap gerak para penari. Riuh rendah, sorak sorai penonton membelah kesunyian
taman para Gusti Mangkunegaran ini.
Tak lama berselang, pergelaran yang ditunggu sudah mulai,
sendratari tari bertitel “Anoman Obong” malam ini mengisahkan perjuangan
seorang kesatria berwujud kera putih bernama Anoman, dalam mengemban misi
menyelamatkan seorang istri dari kesatria agung Prabu Ramawijaya, yakni Dewi
Sinta. Dikisahkan sebelumnya, Dewi Sinta diculik oleh seorang raja raksasa
bernama Prabu Rahwana dari Alengka untuk diperistri. Namun Dewi Sinta menolak,
hingga akhirnya ia pun dikurung di Taman Argosoka. Penderitaan Sang Dewi pun
tergambar jelas dari setiap adegan yang ditampilkan, bagaimana Prabu Rahwana
bersikeras dan memaksanya untuk mengikuti keinginannya. Namun sekuat apapun
Rahwana membujuknya, tetap saja Sang Dewi kuat juga menolaknya. Bahkan
penolakan tersebut dibantu juga oleh abdi kinasih dari Alengka, Trijatha.
Kisah berlanjut, dalam pencarian menemukan Dewi Sinta, sang suami
yakni Prabu Ramawijaya bertemu dengan Anoman “Sang Dutha”. Singkat cerita,
akhirnya Anoman pun berhasil memasuki Taman Argosoka, tempat dimana sang dewi
berada. Dengan petunjuk dari Prabu Rama, akhirnya Dewi Sinta tahu dan percaya,
bahwa Anoman diutus untuk menyelamatkannya. Namun, misi penyelamatan tersebut
belum berhasil, karena diketahui oleh para prajurit Alengka. Pertempuran tak
terelakkan. Adegan pertempuran menegangkan, kadang berasa agak kendor dengan selingan
banyolan-banyolan lucu dalam peperangan. Gelak tawa para penonnton pun tak
terbendung, berselang dengan riuh tepuk tangan.
Pertempuran semakin ganas, hingga Anoman akhirnya kalah dan
berhasil ditangkap. Para prajurit Alengka berusaha menaklukkan Sang Anoman,
dengan cara membakarnya. Mereka mulai mengumpulkan kayu bakar dan mulai
menyalakan api. Api terlihat mulai mengepung tubuh Anoman yang diikat pada
sebuah tiang. Disaat api mulai membesar, disaat itulah puncak kemarahan Anoman
mencapai klimaks. Dengan kesaktiannya, Anoman mampu terlepas dari ikatan tali,
dan langsung memporak porandakan kayu bakar dengan api yang sudah membesar itu.
Tampaknya “Geger Ngalenkodirojo Awal”
sudah dimulai, para prajurit Alengka lari tunggang langgang dengan aksi Sang Duto
itu.
Begitu dramatis dan spektakuler pertunjukan malam ini. Namun
sayang, berhasilnya Anoman terlepas dari kobaran api tersebut menjadi ending dari pertunjukan kali ini.
Semakin riuh tepuk tangan dan sorak sorai dari penonton, menandakan Pergelaran
Sendratari Ramayana bertitel “Anoman Obong” sudah berakhir. Berangsur, banyak penonton
berhamburan ke tengah stage untuk berfoto bersama para pemain. Namun tak
sedikit para penonton yang langsung beranjak pulang dengan meninggalkan kesan
yang wow. Mungkin termasuk saya.
![]() |
Ini yang menjadi asal muasal Balekambang, dimana terdapat Bale atau tempat yang seolah-olah mengapung / mengambang. Lokasi : Partini Tuin |
Dalam perjalanan pulang, kembali saya menyusuri jalan lurus
Balekambang ini dengan sedikit “beban” pikiran. Saya mencoba mengurai “beban”
pikiran itu, dan teringat cerita eyang saya dulu mengenai Balekambang. Menurut
cerita eyang-eyang, “Balekambang jaman dhisik kuwi wingit (angker), okeh wit wit gedhe, lha
nggone poro ratu dhisik ki mesti wingit”. Beliau lalu juga berkisah “ jaman ndhisik wong yen meh nonton
kethoprak kuwi mbrobos, tur ndelok soko pager kawat, mulane dijenengi ndelok
soko kawatan. Yen pas ditakoni petugase jogo karcis, kondo lha mboten gadhah
arto kok pak”.
Cerita itu begitu hafal saya ingat, namun agaknya cerita
eyang-eyang dulu itu seolah tenggelam oleh jaman. Ya, jaman yang telah berubah
membuat “keangkeran” Taman Balekambang berubah menjadi “keramahan”. Tak ada
lagi kewingitan, tak ada lagi penjaga karcis masuk itu, dan tak perlu lagi
mbrobos hanya untuk menonton pertunjukan. Cerita panjang akan Balekambang jaman
itu sudah berlalu seiring dengan langkah yang melaju untuk pulang..
follow blog kuu :) www.aakmylove.blogspot.com :D makasii
BalasHapus